Embung Banda Desa, Harapan Baru Petani Cangkring

embung

SADANG – Di masa kemarau seperti ini, penduduk Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, Kebumen, menyusut jumlahnya. Para lelakinya memilih merantau ke ibu kota jadi kuli bangunan. Mereka akan kembali saat tegalan dan sawah tadah hujan siap untuk digarap. Itu cerita dulu.

Embung berkapasitas 8.700 meter kubik yang dibangun di atas tanah banda desa menjadi titik baliknya. Semenjak kemarau tiba Juni lalu, warga tetap tinggal di kampung halaman dan memilih merawat pohon durian yang sudah berusia setahun. Di bulan Juni itu pulalah, kali pertama air Embung Cangkring dialirkan untuk pertanian.

Embung Cangkring, kini menjadi harapan baru. Meski pohon durian belum panen, masih kurang 2,5 tahun, namun warga memperoleh penghasilan sampingan dari menjual cabai, jagung, atau kacang yang ditanam sebagai tanaman sela.

”Kemarin metik cabai dapat 15 kresek plastik. Kalau di sini jualnya memang tidak ditimbang, beda sama kota. Di kira-kira saja. Tapi hasilnya lumayan, bisa untuk uang saku anak sekolah,” kata Sobirun (30) yang mengaku tak tertarik lagi nguli di Jakarta, Minggu (11/10).

Meski embung jadi harapan baru, menurut bapak dua anak yang tinggal di RT 3 RW2, Desa Cangkring ini, dulunya sempat diragukan warga. Pertama dari sisi keamanan. Lantaran letak embung ada di pucuk pegunungan dan dibawahnya ada permukiman.

Kedua, warga masih meragukan seberapa efektif aliran air embung mampu mengairi lahan pertanian. Keraguan menghilang seiring penanaman 100 pohon durian sebagai sampel dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) dan Yayasan Obor Tani.

Yayasan inilah yang memberikan pendampingan dalam penanaman selanjutnya. Kades Cangkring, Mukinah mengatakan, pembangunan embung dilakukan pada 2011 lalu. Namun serah terima dilakukan 2014 dan mulai digunakan tahun ini. Pihaknya tak mempermasalahkan tanah desa yang dijadikan embung.

Jadi Percontohan

Camat Sadang, Sukamto mengaku, sangat bersyukur dengan adanya Embung Cangkring. Saat ini ada empat kelompok tani beranggotakan 85 kepala keluarga memanfaatkan air embung yang dibangun menggunakan dana APBD provinsi tersebut.

Embung Cangkring bagian dari program seribu embung yang dicanangkan oleh Pemprov Jateng. Embung ini bisa jadi percontohan, ada peran dari pemerintah desa untuk menyejahterakan warganya.( Hanung Soekendro-90/ suaramerdeka.com /LintasKebumen©2015)

Air Embung Cangkring Menyusut

embung cangkringSADANG – Musim kemarau yang melanda wilayah Kabupaten Kebumen mengakibatkan air di Embung Cangkring di Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, mengalami penyusutan cukup drastis. Jika tiga bulan lalu isi waduk mini itu masih penuh air, saat ini airnya sudah tak ada separonya.

Bahkan warga yang memanfaatkan air untuk menyirami lahan pertanian harus menghemat dengan cara infus, sehingga air dapat dihemat. Air dialirkan lewat pipa paralon dan plastik yang dilubangi ke jalur-jalur tanaman.

“Kalau tidak dengan begitu air akan cepat habis,” kata Camat Sadang, Sukamto, kemarin.

Efisiensi perlu dilakukan menyusul satu-satunya sumber air untuk embung berasal dari air hujan. “Kalau pas musim hujan embung penuh, dan akan disimpan untuk keperluan pertanian sehari-hari. Apalagi di musim kemarau seperti sekarang sangat menolong,” ujarnya.

Terlebih kawasan Cangkring, kata Sukamto, bakal jadi kawasan wisata seperti Puncak Bogor di masa mendatang. Keyakinan Sukamto dilandasi kondisi Sadang yang indah dan usaha hortikultura di sekitar Embung Cangkring yang sudah sudah mulai menampakkan hasil.

“Walaupun iklimnya tidak sesejuk Puncak, tapi tanahnya sangat subur dan cocok untuk usaha hortikultura. Apalagi sekarang sudah ada embung yang disekitarnya sudah ditanami kelengkeng, duren, cabai dan tumbuhan lainnya,” imbuhnya.

Ia menambahkan, sebelum dibangunnya embung, kawasan Cangkring sangat tandus dan tidak bisa ditanami pohon saking tandusnya. Namun setelah embung selesai dibangun pada 2011 lalu, ia optimis kawasan tersebut akan jadi kawasan hortikultura yang bisa memberi manfaat ekonomi bagi warga desa Cangkring.

Imam Malik, salah seorang petani setempat menyampaikan para petani sudah memanfaatkan air yang dialirkan dari Embung Cangkring sejak tiga bulan terakhir. Air utamanya digunakan untuk menyiram pohon durian, palawija, dan jenis tanaman lain.

“Yang memanfaatkan air embung sekitar 50 petani. Sekarang saya sedang menanam 2.700 batang pohon durian dengan masa panen sekitar tiga tahun. Tadinya akan menanam cabai tapi air embung belum memadai karena bertepatan musim kemarau,” ungkapnya.

Untuk tanaman padi, di wilayah Sadang hanya menanam saat musim hujan karena merupakan sawah tadah hujan. Namun jika air embung mencukupi untuk kebutuhan menyiram padi non-tadah hujan, petani akan menanam padi. (ori/sus/ Radar Banyumas /LintasKebumen©2015)